19 tahun lamanya Saya hidup. Dididik dan dibesarkan oleh kedua orang tua yang kini Alhamdulillah masih dapat kucium tangannya ketika Saya pergi kuliah. Orang tua yang selalu membelikan semua kebutuhan hidup Saya, sandang, pangan, bahkan sampai gadget pun Saya pernah dibelikan.

Semua anak kecil, atau semua orang yang pernah kecil, yang pernah muda, yang pernah hidup di balik ketiak kedua orang tua pasti pernah dan pasti merasa sangat bahagia diajak oleh ibu bepergia ke mall, supermarket, toko untuk membeli suatu kebutuhan atau keinginan. Apalagi, bila hari raya lebaran tiba, semua mall, supermarket selalu sesak dipenuhi segerombolan orang yang akan membeli baju baru. Ya, itulah saat yang sangat menyenangkan, saat dimana orang tua dengan penuh gembira mengajak anak-anaknya untuk ikut serta memenuhi supermarket dan mall.

Tapi, apakah sampai sekarang, sampai Anda dan Saya sudah memiliki umur yang cukup banyak masih biasa melakukan kebiasaan itu? Mayoritas tidak. Apa alasannya? Tak perlu banyak-banyak, cukup satu kata, yaitu malu. Tenang saja, tak perlu khawatir jika Anda sudah besar dan malu belanja ke mall dan supermarket bareng ibumu. Karena Saya juga seperti Anda.

Saya malu diajak oleh ibu untuk membeli baju. Karena, seharusnya Sayalah yang mengajak ibu Saya untuk membeli baju baru. Namun, sepertinya Saya kurang peka dengan apa yang ibu Saya rasakan, baju yang sudah lusuh, kotor dan tak layak pakai masih beliau pakai dari Saya kecil sampai tumbuh dewasa seperti ini.

Saya malu diajak oleh ibu membeli perabotan rumah tangga. Karena seharusnya Sayalah yang sadar akan seluruh perabotan rumah tangga yang ada di rumah. Piring yang lama kelamaan habis karena pecah. Gelas yang hampir semuanya sudah retak karena terlalu sering dituangi air panas dan air dingin. Cat tembok yang sudah kotor oleh satu persatu olesan upil yang Saya torehkan. Sendok yang habis dibuat kelinci percobaan sulap meniru gaya sulap di televisi.

Saya malu jika diajak ibu pergi belanja. Malu karena tak pernah bisa membayarkan hasil belanjaannya. Malu hanya bisa mengantarkannya tanpa membayarinya. Malu belum bisa membalas budi kebaikannya.

Saya malu tak pernah mengajak ibu Saya belanja. Malu kurang peka dengan perasaan Ibu Saya sendiri.

Tuhan, lindungilah ibu Saya sampai kelak Saya dapat membahagiakannya. Lindungilah beliau hingga Saya dapat membalas budi kebaikannya.