Sawang sinawang, itulah pedoman jawa yang selalu saya ingat dalam pikiran. Dalam bahasa Indonesia, sawang sinawang dapat diartikan sebagai proses melihat pekerjaan/aktivitas orang lain kemudian kita menganggap bahwa aktivitas/pekerjaan itu mudah untuk dilakukan. Ketika saya melihat orang lain sedang mengerjakan suatu hal, ataupun bahkan telah menyelesaikan beberapa hal yang bisa dibilang sebagai pencapaian kesuksesan, saya menelan mentah-mentah bahwa pekerjaan itu bisa membuat seseorang sukses. Padahal, saya belum mengetahui jeli tentang behind the scene dari pekerjaan orang tersebut. Apakah semudah itu? Apakah secepat itu? Ngga tau! Intinya saya melihat orang itu sudah sukses dengan pekerjaan itu dan saya ingin mengerjakan seperti apa yang dia kerjakan.

Mirisnya, pekerjaan yang sedang saya tiru tersebut sebenarnya pekerjaan yang tidak bisa saya kerjakan, atau gampangnya saya ngga punya bakat untuk mengerjakannya.

Namun, dengan rasa optimis karena sudah ada bukti bahwa pekerjaan itu mampu mengantarkan orang pada kesuksesan, saya giat sekali untuk melakukannya.

Ngeliat si A, “Jualan online kok laris banget yah? ikutan ah”. Eh, baru sebulan sudah menginginkan kesuksesan yang sudah di raih oleh si A dengan kerja keras merintis selama 1 tahun. Tentu sangat berbeda pengalaman, si A punya 10 channel, saya punya 1 channel (itupun isinya sinetron – loh kok channel TV? iyalah pekerjaannya cuma nonton TV ngga mau nyari konsumen yang lebih luas heheu).

Sawang sinawang, berlaku juga pandangan sebaliknya. Ketika saya sedang merasa pada titik sukses mengerjakan hal yang benar-benar membuat saya sukses selalu ada saja perasaan yang masuk ke dalam pikiran, “Coba saja saya jadi dia, hidup enak, pagi bisa ngopi, malem bisa main, siang bisa tidur. Enak banget hidup si B,”. Padahal, saya belum mengetahui jeli tentang apa yang dirasakan olehnya. Apakah benar dia sedang menikmati kehidupannya? Apakah benar, dia sedang asyik menikmati hidangan kopi di pagi hari membaca koran hingga tak jarang menghubungi nomor hape yang ada di baris iklan.

Barangkali si B itu juga sedang merasa ingin menjadi seperti saya. Dia ingin sesekali dalam hidupnya menjadi orang sibuk yang dibutuhkan orang lain. Dia ingin sesekali menjadi orang yang tak pernah sempat menikmati pekatnya kopi di embun pagi.

Bahkan, ada yang mengatakan ingin bersaing dengannya, TAPI tidak menganggap dia itu sebagai kompetitor yang bermanfaat. Apa-apa eksekusi semauanya sendiri, katanya, “Trial and Error,”. Padahal belum tentu umurnya dia cukup untuk menghabiskan Trial and Error. Mbok yo cobalah sesekali tengok kompetitor trus liat apa yang pernah gagal di dia, jangan lakukan kalau ada kemungkinan gagal juga di bisnis kita.

Habislah waktumu untuk mencoba semua kegagalan. Cobalah belajar dari kegagalan orang lain. – Mungkin dari saya

Oleh sebab itu, marilah kita syukuri apa yang sudah kita dapatkan hari ini, lalu berusahalah menjadi yang lebih baik lagi. Jangan pernah berusaha maju dengan membekali hari kita rasa iri karena melihat orang lain sudah sukses terlebih dahulu. Rotasikan rasa iri tersebut menjadi motivasi dalam diri kita sehingga rasa dendam, amarah ketika marah dapat diantisipasi.

Jika seseorang tidak mau bersyukur atas apa yang telah dia miliki, dia tidak mungkin bersyukur atas apa yang akan dia dapatkan

Frank A. Clark